Jumat, 01 Februari 2013

Makalah "Sejarah Kepemimpinan Kahlifah Abu Bakar"


Posted by Fauzan
KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan Nikmat Iman dan Islam, serta Nikmat-Nikmat-Nya. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan, ampunan dan ridha-Nya baik yang nampak maupun yang tersembunyi di masa lalu dan saat ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi-Nya dan Rosul-Nya, Muhammad beserta para Sahabatnya yang menolong agama-Nya dengan usaha yang sungguh-sungguh serta orang-orang yang mengikuti mereka yang mewarisi ilmu mereka dan ulama itu pewaris para Nabi-. Muliakanlah para ulama tersebut sebagai pewaris dan yang diwarisi.
Sehingga penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah tentang sahabat rasulullah saw, khulafaur rasyidin yaitu khalifah Abu Bakar  Ass-Siddiq dan Khalifah Umar bin Khattab.
Selesainya makalah ini, tentunya tidak lepas dari bimbingan dosen Bpk. Drs. M. Syafe’i, serta keluarga yang selalu mendukung, serta kemajuan internet yang sangat membantu untuk mencari bahan-bahan kuliah. Untuk itu,  penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Makalah ini dibuat secara ringkas, namun mudah-mudahan tidak mengurangi sejarah aslinya. Pada kesempatan yang baik ini penulis mengangkat tentang sejarah kekhalifaan Abu bakar Ash Siddiq.
Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya, dan memberikan banyak manfaat kepada pembaca pada umumnya. Sesuai dengan sabda rasulullah saw. “Sebaik-baik diantara manusia sekalian, ialah orang yang memberi manfaat kepada orang lain”. Wallahua’lam…….
Salunase, 20 Desember 2012
Mahasiswa Fakultas Agama Islam,


Abd. Gafur
NPM. 20110612008

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
Khulafaurrasidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk menentukan sebuah hukum baru, namun mereka termasuk pelaksana hukum.
Pada makalah ini ditekankan pada pembahasan kilafah pada masa Abu Bakar  yang dimulai sejak pengangkatanya sampai kontribusi-kontribusi yang telah diberikanya untuk islam dan masyarakat.
B.  Rumusan Masalah
Secara garis besar pembuatan makalah kami ini akan membahas tentang:
  1. Mengurai/menguak kembali tentang sejarah peradaban pada masa Abu Bakar
  2. Proses-proses kebijakan pada kepemimpinan Abu Bakar
  3. Kontribusi-kontribusi Abu Bakar yang disumbangkan pada islam dan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi  Khalifah  Abu Bakar
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu`anhu. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu Bakar adalah shahabat Rasulullah – shalallahu`alaihi was salam – yang telah menemani Rasulullah sejak awal diutusnya beliau sebagai Rasul, beliau termasuk orang yang awal masuk Islam. Abu Bakar memiliki julukan “Ash-Shiddiq” dan “Atiq”.
Ada yang berkata bahwa Abu Bakar dijuluki “ash-Shiddiq” karena ketika terjadi peristiwa isra` mi`raj, orang-orang mendustakan kejadian tersebut, sedangkan Abu Bakar langsung membenarkan.
Allah telah mempersaksikan persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar dalam Al-Qur`an, yaitu dalam firman-Nya : “…sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya: `Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS at-Taubah : 40)
`Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan : “Abu Bakar-lah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.
Allah juga berfirman : “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (az-Zumar : 33)
Al-Imam adz-Dzahabi setelah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar : ”Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang datang dengan membawa kebenaran adalah Rasulullah, sedangkan yang membenarkannya adalah Abu Bakar. Masih adakah keistimeaan yang melebihi keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”
Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil : “Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia yang paling engkau cintai?” beliau bersabda : ”Aisyah” aku berkata : “kalau dari lelaki?” beliau menjawab : “ayahnya (Abu Bakar)” aku berkata : “lalu siapa?” beliau menjawab: “Umar” lalu menyebutkan beberapa orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa`id radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah duduk di mimbar, lalu bersabda : ”Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya”, lalu Abu bakar menangis dan menangis, lalu berkata : ”Ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu”. Abu Sa`id berkata : “Yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah, dan Abu Bakar adalah orang yang paling tahu diantara kami”. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat lain ada tambahan : “selain rabb-ku”), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu adalah pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin). (HR. Bukhari).

B.  Masa Khalifah Abu Bakar (11 – 13 H = 632 – 634 M)
1.      Awal Pemerintahan Abu Bakar
Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Segera setelah kematiannya (632 M), dilakukan musyawarah dikalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat islam atau khalifah islam.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai Khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam islam dimana umat islam terpecah menjadi kaum sunni dan syi’ah. Disatu sisi kaum syi’ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Rasulullah mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin, sementara muslim syi’ah berpendapat berpendapat kalau Rasulullah dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dll, tidak pernah meninggalkan umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terakhir, dan juga banyak hadits di Sunni maupun Syi’ah tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah saw, serta jumlah pemimpin islam yang dua belas.
Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai’at) kepada Abu Bakar dan dua Khalifah setelahnya (Umar dan Utsman). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Dan Sementara kaum syi’ah menggambarkan bahwa Ali melakukan bai’at tersebut secara pro forma, mengingat beliau berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istri beliau yang berbulan-bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir.
2.      Perang Riddah
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dab stabilitas komunitas dan negara islam saat itu muncul. Beberapa suku arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada Khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen denan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi.
Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa. Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita Kristen dari Bani Yarbu yang menikah dengan Musailamah. Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam.
Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut. Beliau memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau menghimpun para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalion dengan komando masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada Islam, jika menolak maka harus perangi.
Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi mereka gagal menundukan Musailamah, kemudia Abu Bakar mengutus Kholid untuk melawan nabi palsu dari Yaman itu. Dalam pertempuran itu Kholid dapat mengahacurkan pasukan Musailamah dan membunuhnya dalam taman yang berdinding tinggi, sehingga taman disebut “Taman Maut
3.      Pengumpulan Ayat-Ayat Al-Qur’an.
Abu Bakar As Siddiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis . Atas saran dan usul dari Umar bin Khattab yang didukung oleh sahabat-sahabat lain, Abu Bakar mengumpulkan ayat suci Al-Qur’an menjadi satu naskah (30 juz) dan dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit. Usul Umar itu atas dasar pertimbangan para penghafal wahyu banyak yang gugur syahid di medan pertempuran dalam memerangi kaum penyeleweng, tidak kurang dari tujuh ratus orang penghafal Al-Qur’an gugur, wahyu yang ditulis pada daun-daun, kayu-kayu, tulang,tulang mudah rusak. Apabila penghafal wahyu dan tulisan itu rusak, dikhawatirkan kemurnian Al-Qur’an akan hilang.
Abu Bakar As Siddiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur’an. Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur’an hingga yang dikenal hingga saat ini.
4.      Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.
Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya yaitu:
  1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
  2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
  3. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
  4. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.
  1. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu akar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9). Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.
Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:
1.     Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.
2.     Amanat Baitul Mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3.     Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.
4.     Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undangundang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.


5.      Wasiat Abu Bakar Terhadap Khalifah Umar
Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra khawatir kaum muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak memperoleh kata sepakat. Maka Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat mengenai penggantinya kelak. Setelah mengetahui kesepakatan mereka tentang keutamaan dan kelayakan Umar R.a, beliau pun keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih penggantinya kelak. Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar mereka menunjuk Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua menjawab, “Kami dengar dan kami taat.” Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar pendapat dan rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini merupakan hasil syura dari Ahlul Halil wal ‘Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar dihadapan khlayak adalah sebagai pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus dipatuhi oleh kaum muslimin.

6.      Wafatnya Khalifah Abu Bakar

Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum riddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah-naskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.
Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya.
Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar.
B.   Saran
Perlu dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan tantangan. Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan tanpa putus asa, penuh kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya serta lebih mempererat ukhuwah Islamiyyah, agar tercipta suatu tatanan masyarakat yang aman, damai, sentosa dan sejahtera dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh.
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekeliruan, untuk itu membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin,,,



DAFTAR RUJUKAN
http://www.wikipedia.com/2011/03/islam-pada-masa-abu-bakar- ash- siddiq.html


 Situs :
http://zempat.blogspot.com/2013/02/makalah-sejarah-kepemimpinan-kahlifah.html

Posted by Fauzan
KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan Nikmat Iman dan Islam, serta Nikmat-Nikmat-Nya. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan, ampunan dan ridha-Nya baik yang nampak maupun yang tersembunyi di masa lalu dan saat ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi-Nya dan Rosul-Nya, Muhammad beserta para Sahabatnya yang menolong agama-Nya dengan usaha yang sungguh-sungguh serta orang-orang yang mengikuti mereka yang mewarisi ilmu mereka dan ulama itu pewaris para Nabi-. Muliakanlah para ulama tersebut sebagai pewaris dan yang diwarisi.
Sehingga penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah tentang sahabat rasulullah saw, khulafaur rasyidin yaitu khalifah Abu Bakar  Ass-Siddiq dan Khalifah Umar bin Khattab.
Selesainya makalah ini, tentunya tidak lepas dari bimbingan dosen Bpk. Drs. M. Syafe’i, serta keluarga yang selalu mendukung, serta kemajuan internet yang sangat membantu untuk mencari bahan-bahan kuliah. Untuk itu,  penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Makalah ini dibuat secara ringkas, namun mudah-mudahan tidak mengurangi sejarah aslinya. Pada kesempatan yang baik ini penulis mengangkat tentang sejarah kekhalifaan Abu bakar Ash Siddiq.
Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya, dan memberikan banyak manfaat kepada pembaca pada umumnya. Sesuai dengan sabda rasulullah saw. “Sebaik-baik diantara manusia sekalian, ialah orang yang memberi manfaat kepada orang lain”. Wallahua’lam…….
Salunase, 20 Desember 2012
Mahasiswa Fakultas Agama Islam,


Abd. Gafur
NPM. 20110612008

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
Khulafaurrasidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk menentukan sebuah hukum baru, namun mereka termasuk pelaksana hukum.
Pada makalah ini ditekankan pada pembahasan kilafah pada masa Abu Bakar  yang dimulai sejak pengangkatanya sampai kontribusi-kontribusi yang telah diberikanya untuk islam dan masyarakat.
B.  Rumusan Masalah
Secara garis besar pembuatan makalah kami ini akan membahas tentang:
  1. Mengurai/menguak kembali tentang sejarah peradaban pada masa Abu Bakar
  2. Proses-proses kebijakan pada kepemimpinan Abu Bakar
  3. Kontribusi-kontribusi Abu Bakar yang disumbangkan pada islam dan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi  Khalifah  Abu Bakar
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu`anhu. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu Bakar adalah shahabat Rasulullah – shalallahu`alaihi was salam – yang telah menemani Rasulullah sejak awal diutusnya beliau sebagai Rasul, beliau termasuk orang yang awal masuk Islam. Abu Bakar memiliki julukan “Ash-Shiddiq” dan “Atiq”.
Ada yang berkata bahwa Abu Bakar dijuluki “ash-Shiddiq” karena ketika terjadi peristiwa isra` mi`raj, orang-orang mendustakan kejadian tersebut, sedangkan Abu Bakar langsung membenarkan.
Allah telah mempersaksikan persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar dalam Al-Qur`an, yaitu dalam firman-Nya : “…sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya: `Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS at-Taubah : 40)
`Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan : “Abu Bakar-lah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.
Allah juga berfirman : “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (az-Zumar : 33)
Al-Imam adz-Dzahabi setelah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar : ”Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang datang dengan membawa kebenaran adalah Rasulullah, sedangkan yang membenarkannya adalah Abu Bakar. Masih adakah keistimeaan yang melebihi keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”
Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil : “Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia yang paling engkau cintai?” beliau bersabda : ”Aisyah” aku berkata : “kalau dari lelaki?” beliau menjawab : “ayahnya (Abu Bakar)” aku berkata : “lalu siapa?” beliau menjawab: “Umar” lalu menyebutkan beberapa orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa`id radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah duduk di mimbar, lalu bersabda : ”Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya”, lalu Abu bakar menangis dan menangis, lalu berkata : ”Ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu”. Abu Sa`id berkata : “Yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah, dan Abu Bakar adalah orang yang paling tahu diantara kami”. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat lain ada tambahan : “selain rabb-ku”), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu adalah pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin). (HR. Bukhari).

B.  Masa Khalifah Abu Bakar (11 – 13 H = 632 – 634 M)
1.      Awal Pemerintahan Abu Bakar
Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Segera setelah kematiannya (632 M), dilakukan musyawarah dikalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat islam atau khalifah islam.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai Khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam islam dimana umat islam terpecah menjadi kaum sunni dan syi’ah. Disatu sisi kaum syi’ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Rasulullah mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin, sementara muslim syi’ah berpendapat berpendapat kalau Rasulullah dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dll, tidak pernah meninggalkan umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terakhir, dan juga banyak hadits di Sunni maupun Syi’ah tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah saw, serta jumlah pemimpin islam yang dua belas.
Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai’at) kepada Abu Bakar dan dua Khalifah setelahnya (Umar dan Utsman). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Dan Sementara kaum syi’ah menggambarkan bahwa Ali melakukan bai’at tersebut secara pro forma, mengingat beliau berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istri beliau yang berbulan-bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir.
2.      Perang Riddah
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dab stabilitas komunitas dan negara islam saat itu muncul. Beberapa suku arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada Khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen denan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi.
Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa. Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita Kristen dari Bani Yarbu yang menikah dengan Musailamah. Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam.
Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut. Beliau memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau menghimpun para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalion dengan komando masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada Islam, jika menolak maka harus perangi.
Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi mereka gagal menundukan Musailamah, kemudia Abu Bakar mengutus Kholid untuk melawan nabi palsu dari Yaman itu. Dalam pertempuran itu Kholid dapat mengahacurkan pasukan Musailamah dan membunuhnya dalam taman yang berdinding tinggi, sehingga taman disebut “Taman Maut
3.      Pengumpulan Ayat-Ayat Al-Qur’an.
Abu Bakar As Siddiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis . Atas saran dan usul dari Umar bin Khattab yang didukung oleh sahabat-sahabat lain, Abu Bakar mengumpulkan ayat suci Al-Qur’an menjadi satu naskah (30 juz) dan dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit. Usul Umar itu atas dasar pertimbangan para penghafal wahyu banyak yang gugur syahid di medan pertempuran dalam memerangi kaum penyeleweng, tidak kurang dari tujuh ratus orang penghafal Al-Qur’an gugur, wahyu yang ditulis pada daun-daun, kayu-kayu, tulang,tulang mudah rusak. Apabila penghafal wahyu dan tulisan itu rusak, dikhawatirkan kemurnian Al-Qur’an akan hilang.
Abu Bakar As Siddiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur’an. Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur’an hingga yang dikenal hingga saat ini.
4.      Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.
Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya yaitu:
  1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
  2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
  3. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
  4. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.
  1. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu akar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9). Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.
Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:
1.     Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.
2.     Amanat Baitul Mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3.     Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.
4.     Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undangundang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.


5.      Wasiat Abu Bakar Terhadap Khalifah Umar
Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra khawatir kaum muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak memperoleh kata sepakat. Maka Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat mengenai penggantinya kelak. Setelah mengetahui kesepakatan mereka tentang keutamaan dan kelayakan Umar R.a, beliau pun keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih penggantinya kelak. Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar mereka menunjuk Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua menjawab, “Kami dengar dan kami taat.” Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar pendapat dan rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini merupakan hasil syura dari Ahlul Halil wal ‘Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar dihadapan khlayak adalah sebagai pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus dipatuhi oleh kaum muslimin.

6.      Wafatnya Khalifah Abu Bakar

Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum riddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah-naskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.
Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya.
Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar.
B.   Saran
Perlu dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan tantangan. Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan tanpa putus asa, penuh kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya serta lebih mempererat ukhuwah Islamiyyah, agar tercipta suatu tatanan masyarakat yang aman, damai, sentosa dan sejahtera dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh.
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekeliruan, untuk itu membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin,,,


DAFTAR RUJUKAN
http://www.wikipedia.com/2011/03/islam-pada-masa-abu-bakar- ash- siddiq.html



 Situs :