PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara berkembang,
Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan
nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk
mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan
regional maupun kawasan global. Indonesia masih belum mampu menyediakan dana
pembangunan tersebut. Disamping berupaya menggali sumber pembiayaan dalam
negeri, pemerintah juga mengundang sumber pembiayaan luar negeri, salah satunya
adalah Penanaman Modal Asing Langsung (foreign direct invesment=FDI).
Sumber pembiayaan FDI ini oleh
sebagian pengamat, merupakan sumber pembiayaan luar negeri yang paling
potensial dibandingkan dengan sumber yang lain. Panayotou (1998) menjelaskan
bahwa FDI lebih penting dalam menjamin kelangsungan pembangunaan dibandingkan
dengan aliran bantuan atau modal portofolio, sebab terjadinya FDI disuatu
negara akan diikuti dengan transfer of technology, know-how,
management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable.
Hasil penelitian Panayotou (1998)
selanjutnya menyebutkan bahwa lebih dari 80% modal swasta dan 75% dari FDI
sejak tahun 1990 mengalir ke negara-negara dengan pendapatan menengah (middle
income countries). Untuk kawasan Asia nilainya mencapai 60% dan Amerika
Latin sebesar 20%. World Bank (1999) memperkirakan
bahwa investasi asing di negara-negara berkembang
akan tumbuh pada tingkat 7 – 10 % per tahun\ sampai akhir dekade. Hal ini
didorong oleh dampak liberalisasi, privatisasi, inovasi teknologi, penurunan
biaya trasportasi, telekomunikasi, mobilitas modal dan pertumbuhan integrasi
keuangan. Dalam laporan tahunannya, UNCTAD (2001), World Investment Report, mengemukakan
bahwa pertumbuhan FDI di seluruh dunia mengalami peningkatan yang signifikan
sejak tahun 1990,1997 dan tahun 2000, yakni berturut-turut USD 209 juta, USD
437 juta, dan USD 1.118 juta. Data ini Investasi Asing Langsung di
Indonesia dan Faktor Yang Mempengaruhinya (Sarwedi) Jurusan Ekonomi
Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra menunjukkan bahwa financial
crisis yang terjadi di negara-negara berkembang, tidak mengganggu aliran
modal ini untuk terus berkembang.
Studi empiris yang dilakukan oleh
beberapa ahli telah memperkuat argumen bahwa peranan FDI relatif besar dalam
pembangunan suatu negara. Penelitian Terpstra dan Yu (1988) menemukan bahwa
ukuran pasar (market size) yang diukur dengan GDP perkapita, faktor
kedekatan geografis negara penerima dan penanam modal, besarnya perusahaan,
reaksi oligopolistik merupakan faktor penentu masuknya modal asing ke suatu
negara. Penelitian Rana dan Dowling (1988) mengenai pengaruh penanaman modal
asing terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya di negara-negara sedang berkembang,
menyimpulkan bahwa modal asing memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan
dan tabungan domestik di negara-negara berkembang di Asia.
Berdasarkan pada hal tersebut,
penelitian ini mencoba mengemukakan variable yang mempengaruhi Penanaman Modal
Asing Langsung (PMA) di Indonesia dengan mengunakan model dinamis (error correction model=ECM)
yang didukung dengan uji akar unit dan Uji Kausalitas Granger (Granger
Causality Test). Dengan pendekatan ini diharapkan akan dapat diketahui
variabel yang mempengaruhi FDI di suatu Negara dan perbandingan kekuatannya (attractiveness)
di antara negara-negara tersebut.
Secara umum, tulisan ini bermaksud menggambarkan
secara empiris fenomena Penanaman Modal Asing (PMA), khususnya FDI di Indonesia
selama rentang waktu 1978-2001. Untuk mencapai maksud di atas, tulisan ini akan
menguraikan (1) kajian perkembangan PMA / FDI di Indonesia; (2) hasil pengujian
dampak variabel-variabel yang mempengaruhi Pertumbuhan PMA/FDI di Indonesia
selama 1978-2001; dan (3) implikasi kebijakan pemerintah terhadap PMA/FDI.
2. PERKEMBANGAN PMA DI INDONESIA
Data tentang investasi asing di
Indonesia menunjukkan kondisi yang berbalikan dengan kondisi dalam bahasan
sebelumnya. Jika dibandingkan dengan negara lain sekawasan (Thailand, Philipina
dan Malaysia) yang sama sama terpuruk dalam financial crisis tahun 1997,
Indonesia telah mencapai titik yang kurang menguntungkan. Tabel 1 di bawah ini
menjelaskan tentang penurunan FDI yang terjadi Indonesia. Data dalam tabel 1
tersebut menunjukkan bahwa sejak tahun 1998 – 2000, aliranFDI yang masuk ke
Indonesia mengalami penurunan secara signifikan, yakni rata-rata 2,7% selama 3
(tiga) tahun tersebut. Demikian pula dalam pembentukan modal (capital formation)
yang mengalami penurunan dari –1,6 % pada 1998 menjadi –11,2% pada tahun 1999.
Kondisi ini berbalikan dengan data yang dikeluarkan oleh BKPM, dimana persetujuan
PMA di Indonesia selama kurun waktu 1998 – 2000 menunjukkan
peningkatan yang cukup berarti, kecuali pada tahun
1999. Jika diakumulasikan permasalahan yang sebenarnya, maka ada dua hal yang mempengaruhi
kegiatan FDI di suatu negara (host country), dalam kaitannya dengan mengapa
suatu negara begitu aktif dalam menarik minat investor untuk menanamkan modalnya
di suatu negara, yaitu pertama, lingkungan atau kerangka kebijakan (policy
framework) dan kedua, faktor ekonomi (economic determinants).
Pertimbangan ekonomi, di satu sisi mejadikan pertimbangan dalam kegiatan FDI.
Variabel ekonomi ini antara lain menyangkut akses pasar, sumber daya, dan
faktor efisiensi. Kedua Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1, Mei
2002: 17 – 35 Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas
Kristen Petra variabel ini sebenarnya mendasari mengapa negara-negara
berpacu untuk menangkap peluang tersebut.
Tabel 1.
Perkembangan FDI di Indonesia
(dalam US$ miliar)
Uraian 1998 1999
FDI Flow : 1985-95 1997 1998 1999 2000 Gross Fixed Capital Formation (%)
Inward 1.4 4.7 - 0.4 - 2.7 - 4.6 - 1,6 -11,2
Outward 0.5 0.2 0.004 0.1 0.2 n.a n.a*)
Develop. Countries
Inward 50.7 187.4 188.4 222 240.2 11,7 13,8
Outward 20.8 65.7 37.7 58 99.5 2,8 3,3
FDI Stock :
Inward 25 38.9 50.6 65.2 60.6 n.a 46,2
Outward 0.049 0.025 1.3 2.2 2.3 n.a 1,6
Develop. Countries
Inward 347.2 487.7 849.4 1740.4 1979.3 n.a 28,0
Outward 707.8 1717.4 2879.4 5004.8 5976.2 n.a 10,1
(Sumber : UNCTAD 2001)
Catatan : n.a*) = data tidak tersedia
Policy framework khususnya berkaitan dengan
regulasi yang berlaku di suatu negara. Investor pada dasarnya mengetahui
bagaimana potensi dan kondisi suatu negara yang akan dijadikan lokasi
investasi. Kerangka kebijakan ini terkait dengan aturan yang mendukung
terbukanya pasar, standarisasi kesepakatan internasional, faktor kepemilikan
dan lainnya. UNCTAD (1998) menguraikan hal ini dalam beberapa hal, yaitu (1)
stabititas ekonomi, politik dan sosial; (2) aturan yang mendukung masuk dan
operasinya suatu usaha; (3) standar kesepakatan internasional; (4) kebijakan dalam
memfungsikan dan struktur pasar; (5) persetujuan internasional dalam FDI; (6) kebijakan
privatisasi; dan (7) kebijakan perdagangan dan perpajakan. Kerangka kebijakan
ini sangat mempengaruhi lokasi aktivitas FDI oleh MNCs. Perubahan kebijakan
akan mempunyai efek asimetris terhadap lokasi FDI. Tidak ada jaminan apakah investor
akan melanjutkan usahanya atau tidak jika terjadi perubahan yang mungkin kurang
menguntungkan dilihat dari sisi ini.
Dalam rangka meningkatkan
investasi asing langsung di Indonesia, pemerintah melalui Badan Koordinasi dan
Penanaman Modal (BKPM) telah melakukan beberapa upaya penyesuaian kebijakan
investasi, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah telah memperbaharui Daftar Bidang Usaha
yang Tertutup bagi Penanam Modal untuk dapat diberikan keleluasaan investor
dalam memilih usaha (Keppres No 96 Tahun 2000 jo. No 118 Tahun 2000). Dalam
keputusan tersebut, bidang usaha yang tertutup untuk investasi baik PMA maupun
PMDN berkurang dari 16 sektor menjdai 11 sektor. Bidang usaha yang tertutup
bagi kepemilikan saham asing berkurang dari 9 sektor menjadi 8 sektor.
2.
Penyederhanaan proses dari 42 hari menjadi 10 hari.
Sebelumnya persetujuan PMA dilakukan oleh
Presiden, sedangkan saat ini cukup dilakukan oleh Pejabat Eselon I yang
berwenang, dalam hal ini Deputi Bidang dan Fasilitas Penanaman Modal;
3.
Sejak tanggal 1 Januari 2001, pemerintah menggantikan
insentif Pembebasan Pajak dengan Kelonggaran
Pajak Investasi sebesar 30% untuk 6 (enam) tahun.
4.
Nilai investasi tidak dibatasi, sepenuhnya tergantung
studi kelayakan dari proyek tersebut.
Persetujuan PMA pada kwartal
pertama tahun 2001 sebanyak 427 proyek dengan nilai investasi USD 3.421,2 juta.
Dari persetujuan tersebut terdapat proyek baru sebanyak 383 proyek dengan nilai
USD 2.518,8 juta, perluasan sebanyak 124 proyek senilai USD 650,2 juta dan alih
status sebanyak 44 proyek dengan nilai USD 252,2 juta. Artinya, secara
keseluruhan persetujuan investasi mengalami kenaikan sebesar 180,4 %
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2000. Prosentase kenaikan
proyek baru sebesar 99,5% dengan kenaikan investasi sebesar 207,8%, perluasan
proyek mengalami kenaikan sebesar 118,1% dengan kenaikan investasi sebesar
159,8%. Sementara proyek alih status naik 80% dan investasinya naik sebesar 91,4
%.
Tabel 2.
Persetujuan PMA di Indonesia (s/d
Kwrt I. 2001)
NO Persetujuan Proyek Investasi
(US$ juta)
1 Proyek baru 383 2518.8
2 Proyek lama 124 650.2
3 Alih status 44 252.2
Jumlah 551 3421.2
(Sumber : BKPM 2001)
Pada masa pemerintahan Orde Baru
yang dimulai 1967, Indonesia melakukan sejumlah deregulasi terhadap peraturan
penanaman modal. Peraturan perundangan penanaman modal asing (PMA) telah mulai
diperbaiki sejak tahun 1967, sedangkan penanaman modal dalam negeri (PMDN)
mulai diatur sejak tahun 1968. Insentif bagi para investor tampaknya sangat
tergantung pada bagaimana pemerintah melakukan atau menerapkan status prioritas
bagi sektor industri. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam rangka
menjaring investasi asing maupun investasi dalam negeri menerapkan apa yang
disebut dengan Daftar Skala Prioritas (DSP), yang memiliki empat kategori,
yaitu:
a.
sektor industri yang terbuka bagi PMA maupun PMDN dan
non-PMA/PMDN, termasuk di dalamnya perusahaan
yang relatif kecil;
b.
sektor industri yang terbuka bagi PMDN dan
Non-PMA/PMDN;
c.
sektor industri yang terbuka hanya bagi Non-PMA/PMDN;
d.
industri yang tertutup untuk semua investasi, baik PMA,
PMDN, non-PMA/PMDN.
Sistem insentif tersebut sering direvisi oleh
pemerintah, seperti misalnya pembebasan pajak impor, investasi mesin maupun
peralatan serta percepatan depresiasi. Secara umum, sistem investasi memiliki
kecenderungan penggunaan capital Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4,
No. 1, Mei 2002: 17 – 35 intensive technique. Hal ini dapat dipahami
sebagai upaya pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang didasarkan atas
percepatan sektor industri, sehingga kebijakan tentang investasi sering
disamakan arahnya dengan kebijakan industri.
Inisiatif kebijakan investasi
pada akhirnya berkembang pada kebijakan investasi yang mampu mendorong ekspor
non-migas yang kemudian dikenal dengan Paket 6 Mei yang efektif diumumkan pada
tahun 1986. Paket 6 Mei tersebut pada dasarnya memiliki beberapa poin penting,
yaitu mendorong usaha yang sekurang-kurangnya 85% outputnya diekspor dalam
bentuk pengadaan impor input dengan biaya murah melalui subsidi, memberikan
fasilitas pinjaman dana bank apabila sekurangkurangnya 75% modal saham (equity)
dimiliki oleh orang Indonesia, bila sekurangkurangnya 51% equity ditawarkan
di Jakarta Stock Exchange (JSE), dan bila sekurang-kurangnya 51% equity
dimiliki oleh orang Indonesia plus sekurangkurangnya 51% dari equity yang
ditawarkan 20% diantaranya ditawarkan di Jakarta Stock Exchange (Poot,
Kuyvenhoven, dan Jansen, 1991: 236-238). Setelah melalui berbagai revisi
kebijakan investasi dapat terlihat bahwa sejak periode 1986 terjadi peningkatan
realisasi investasi. Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, peningkatan
laju pertumbuhan realisasi investasi asing (PMA) maupun PMDN
terjadi sejak periode 1985/1987. Periode sebelum
adanya kebijakan investasi hanya tumbuh sebesar 19,43% untuk PMDN dan 4,26%
untuk PMA maka dalam periode setelah adanya kebijakan Paket 6 Mei, yang
diasumsikan benar-benar efektif terjadi setelah satu tahun berjalan, PMDN
tumbuh 18,91% pada satu tahun setelah kebijakan dan PMA tumbuh dengan 27,12%.
Peningkatan tersebut berlanjut hingga mencapai puncaknya pada tahun 1989/1991,
dimana PMDN tumbuh dengan 92,63% dan PMA tumbuh dengan 42,17%. Ada beberapa
permasalahan yang menyebabkan terjadinya gap antara realisasi dan persetujuan
FDI di Indonesia, antara lain adalah perceived risk, country risk,
stabilitas politik, tingkat korupsi baik predictable maupun unpredictable
corruption, deregulasi bidang investasi, dan implementasi Otonomi Daerah
yang belum jelas. Pandangan serupa juga disampaikan oleh Kustituanto dan
Istikomah (1998), dalam studinya mengenai peranan penanaman modal asing
terhadap pertumbuhan ekonomi selama tahun 1977 – 1996, mereka menyimpulkan
bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang, PMA tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh
(1) Country
Risk pasar domestik yang kecil sehingga menyebabkan rate of return dari
modal rendah dan kurang tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang mendukung
(transportasi, skilled labor, dan teknologi); (2) pengembangan PMA masih
terhambat oleh rumitnya proses pengurusan, birokrasi dan kurangnya koordinasi
antar departemen terkait; (3) masih minimnya informasi sumber dana yang bisa
digunakan untuk pembiayaan proyek; (4) rendahnya kualitas SDM, sehingga hal ini
berpengaruh dalam tujuan pelaksanaan investasi asing di suatu negara (transfer
of asset) dan (5) terjadinya persaingan yang semakin ketat antar
negara dalam menarik investasi asing baik oleh negara maju maupun negara
berkembang. Hasil kajian tersebut membuktikan bahwa Indonesia masih perlu
melakukan serangkaian perbaikan, deregulasi dan penguatan jaringan sehingga
akan menciptakan iklim investasi yang relatif kondusif sebagaimana diharapkan
oleh investor asing.
Gambar 1.
Perkembangan Realisasi PMA dan
PMDN (% dari total investasi)
Investasi Asing Langsung di
Indonesia dan Faktor Yang Mempengaruhinya (Sarwedi)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
83/85 85/87 87/89 89/91 91/93
93/95 95/97 97/99
PMDN PMA
(Sumber: Bank Indonesia, SEKI.,
diolah)
2.2 Perkembangan FDI di Asia,
Sebuah Perbandingan
Berdasakan data yang ada,
perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN (ASEAN-10), pada tahun 2000 tumbuh
sebesar 10%. Hal ini berarti penurunan jika dibandingkan dengan dekade
pertenganan 1990 an, yang mampu mencapai 30% dari total aliran FDI Asia. Krisis
finansial pada pertengahan 1997 memang memberikan pengaruh terhadap perkembangan
investasi di kawasan ini. Disamping itu, perkembangan pembangunan di
negara-negara lain sekawasan mendorong sebagian investor (MNCs) mengalihkan
aktivitasnya di negara-negara tersebut.
Krisis finansial yang mengarah
pada krisis multidimensi di kawasan Asia Tenggara pada tahun 1997, secara nyata
tidak mempengaruhi perkembangan investasi asing, khususnya FDI di kawasan ini.
Jun Li (1999) menjelaskan hal ini dengan melakukan komparasi berbagai bentuk
investasi asing selama tahun 1996-1998 di 5 (lima) Negara Asia; Indonesia,
Korea, Malaysia, Philipina dan Thailand.
Dibandingkan dengan bentuk investasi
asing yang lain (portifolio, commercial bank debt, dan lain-lain), FDI
tetap mengalami pertumbuhan positif selama tiga tahun tersebut, yaitu 7%, 7,2% dan
9,8% sedangkan bentuk lain mengalami penurunan. Pertumbuhan positif ini
disebabkan karena adanya perbedaan dibandingkan dengan bentuk external
private capital yang lain. Mallampally and Sauvant (1999) mengungkapkan
bahwa motivasi investor asing atas prospek dalam jangka panjang dan jangka
pendek sangat berpengaruh dalam hal ini. Dalam jangka panjang masalah yang ada
akan menyangkut keuntungan (profit) yang dihasilkan dari aktivitas
produksi yang dikontrol secara langsung. Hal ini berbeda dengan bentuk investasi
lain misalnya portofolio investment. Motivasi investor dalam portofolio
investment terhadap profit adalah dalam jangka pendek saja. Sehingga sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor jangka pendek misalnya tingkat suku bunga (interest
rate) dan perilaku kebijakan. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No.
1, Mei 2002: 17 - 35
3. KAJIAN TEORITIS
3.1 Konsep FDI dalam Perekonomian
Konsep Penanaman Modal Asing
(FDI) sebenarnya masih belum ada acuan yang baku, namun demikian studi
literatur maupun kajian empiris yang pernah dilakukan dapat dipakai sebagai
rujukan konsep tersebut. Menurut Krugman (1991) yang dimaksud dengan FDI adalah
arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau
memperluas perusahaannya di negara lain. Oleh karena itu tidak hanya terjadi
pemindahan sumber daya, tetapi juga terjadi pemberlakuan control terhadap
perusahaan di luar negeri
3.2 Organization Location and Internalization
(OLI) Framework
Pendekatan “The OLI Framework”
yang dikemukakan oleh Dunning (1977, 1981, 1988) mengembangkan suatu pendekatan
eklektik dengan memadukan 3 (tiga) teori utama PMA (FDI), yaitu: Teori
Organisasi Industrial, Teori Internalisasi, dan Teori Lokasi. Terdapat 3 (tiga)
kondisi yang harus dipenuhi jika suatu perusahaan melakukan Penanaman Modal Asing,
yaitu: (1) perusahaan harus memiliki beberapa keunggulan kepemilikan
dibandingkan perusahaan lain; (2) harus lebih menguntungkan dengan memanfaatkan
sendiri keunggulan-keunggulan tersebut daripada menjual atau meyewakan ke perusahaan
lain; dan (3) harus lebih menguntungkan dengan menggunakan keunggulan tersebut
dalam kombinasi dengan paling tidak beberapa input (faktor) yang berlokasi di
luar negeri The OLI Framework yang dikemukakan oleh Dunning diatas
memiliki beberapa kelemahan antara lain tidak dapat menjelaskan lebih jauh
eksistensi perusahaan asing (MNCs), khususnya mengenai perkembangannya terhadap
FDI. Oleh karenanya dibutuhkan model empirik yang dapat mendukung argumen ini
dengan membandingkan data dengan teori yang ada. Perkembangan perekonomian
secara global secara tidak langsung mempengaruhi pemahaman kita tentang apa dan
bagaimana FDI serta variabel apa yang mempengaruhinya. Hal ini didasarkan bahwa
dinamisasi perekonomian akan tetap berjalan seiring dengan perkembangan yang
ada. Teori FDI, berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan di beberapa
negara telah memunculkan beberapa pendekatan baru dalam memahami FDI.
3.3 Perkembangan FDI dan MNC.
Perkembangan perekonomian global
sebagai dampak dari liberalisasi, privatisasi,inovasi dan teknologi, penurunan
biaya transportasi, telekomunikasi, mobilitas modal dan pertumbuhan integrasi keuangan,
mendorong terjadinya pertumbuhan positif FDI di dunia. Perusahaan-perusahaan
asing ikut berperan dalam mendorong perkembangan tersebut. Dalam laporan
tahunannya, UNCTAD (2001) menemukan bahwa pertumbuhan FDI di seluruh dunia
mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 1990,1997 dan tahun 2000,
yakni berturut-turut USD 209 juta, USD 437 juta, dan USD 1.118 juta. Data ini menunjukkan
bahwa meskipun terjadi financial crisis
dinegara-negara berkembang, namun ternyata tidak mengganggu aliran modal
untuk terus berkembang. Strategi pembangunan ekonomi yang menekankan pada
pembangunan sector industri menjadi pilihan Indonesia untuk mengejar
ketertinggalan.
Perubahan sumber devisa dan
sumber pertumbuhan ekonomi nasional dari sektor ekstraktif ke sector industri
manufaktur telah mendorong terjadinya perubahan struktur industri nasional. Arah
kebijakan industrialisasi nasional juga mengalami perubahan, meskipun awalnya dimaksudkan
merombak struktur ekonomi yang timpang dan condong pada corak agraris. Fenomena
ini mempengaruhi struktur ekspor Indonesia dari ekspotir produk agraris ke
produk manufaktur. Struktur demografis mengakibatkan industrialisasi di Indonesia
sangat potensial untuk mengarah pada industri manufaktur padat karya. Pada
tahun 1999, Bank Dunia dalam World Investment Report mencatat bahwa pada
akhir dekade ini output dan sales global tumbuh lebih cepat dibandingkan
dengan GDP dan ekspor global, artinya perusahaan di dunia tidak hanya
menggunakan ekspor dalam memenuhi pasar melainkan juga melalui FDI. Tahun 1998
FDI inward telah mencapai 11 % dari Gross Fixed Capital Formations.
Artinya, aliran modal ini dapat memberikan kontribusi lebih dalam pertumbuhan
ekonomi. Di sisi lain, penemuan ini akan memberikan dampak yang lebih luas
dalam mengkaji hubungan antara perdagangan luar negeri, FDI, pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan dapat diketahui faktor-faktor apa
saja yang akan mempengaruhi FDI. Feldstein (2000) meyakini bahwa sebagai salah
satu jenis aliran modal bebas, FDI memiliki beberapa keuntungan. Pertama, aliran
modal tersebut mengurangi risiko dari kepemilikan modal dengan melakukan
devesifikasi melalu investasi. Kedua, integrasi global pasar modal dapat
memberikan spread terbaik dalam pembentukan corporate governance,
accounting rules, dan legalitas. Ketiga, mobilitas modal secara
global membatasi kemampuan pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang salah.
Disamping keuntungan tersebut
diatas, negara penerima (host country) akan menerima keuntungan antara
lain seperti yang diungkapkan oleh Razin dan Sadka (1999):
“FDI allows the transfer of
technology – particulary in the form of new varieties of
capital inputs – that cannot be
achieved through financial investment or trade in
goods and services. FDI can also
promote competition in the domestic output
market. Recipients of FDI often
gain employee trainning in the course of operating
new businesses, which contributes
to human capital development in the host
country. Profit generated by FDI
contribute to corporate tax revenues in the host
country”.
Argumen di atas memperkuat pandangan ekonom Krugman
(1998) yang menyebutkan bahwa FDI tidak hanya mencakup transfer kepemilikan
dari dalam negeri menjadi kepemilikan asing, melainkan juga mekanisme yang
memungkinkan investor asing untuk mempelajari manajemen dan kontrol dari
perusahaan dalam negeri, khususnya dalam corporate governance mechanism.
3.4 FDI vs Ekspor, Hubungan
Kausalitas
Penawaran ekspor dipengaruhi oleh
penanaman modal asing (PMA). Peningkatan PMA secara tidak langsung akan
meningkatkan industrialisasi. Sebagai akibatnya, jumlah barang yang diproduksi
akan meningkat. Hubungan yang positif ini memang masih menjadi perdebatan oleh
sebagian pengamat. Hal ini disebabkan oleh peluang Jurnal Akuntansi &
Keuangan Vol. 4, No. 1, Mei 2002: 17 – 35 terjadinya penanaman modal asing
sangat tergantung dan dipengaruhi oleh kebijakan negara penerima (host
country). Ekspor dan FDI memang dua hal yang saling berhubungan dalam
pembangunan ekonomi. Namun, jika dua komponen ini dipisahkan maka akan
menimbulkan permasalahan baru, khususnya jika dikaitkan dengan motivasi atau aktivitas
MNCs dalam suatu negara. Hal ini berkaitan dengan multiplier effect dari
penggunaan tenaga kerja didalam negeri. Efek operasi MNCs terhadap tenaga kerja
dan upah ini masih menjadi perdebatan bebarapa ahli. Selama ini yang pernah
dilakukan adalah melihat apakah hubungan antara FDI dan Ekspor tersebut sebagai
hubungan komplementer atau substitusi (Graham, 1996; Brenton and Di Mauro,
1999). Graham (1996) dalam studinya untuk kasus negara USA dan Jepang dengan
menggunakan pendekatan model gravitasi (gravity model aprroach)
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan komplementer antara ekspor dan FDI di
kedua negara tersebut. Sedangkan Brenton and Di Mauro (1999) dalam studinya di
negara-negara Eropa (Prancis, Inggris dan Jerman) menyatakan bahwa secara statistik
terdapat hubungan yang positif antara FDI dan ekspor sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan komplementer yang kuat diantara kedua variabel
tersebut.
4. METODE PENELITIAN
4.1 Data dan Model Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam kajian ini adalah
data sekunder yang diperoleh dari berbagai lembaga dan instansi, antara lain
berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan BI, World Financial
Report-UNCTAD, Depnaker dan BKPM serta beberapa penerbitan yang mendukung
dan berhubungan dengan kajian ini.
Berdasarkan penelitian empiris
terdahulu (Schnaider and Frey, 1986; Gani,1999; Kustituanto dan Istikomah,
1998; Mallampally and Sauvant, 1999; Yang et. al, 2000), spesifikasi
model untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi PMA/FDI di Indonesia selama
1978-2001 yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
FDI = f (GDP,GRWT, WG, SP, X) …………………………………………………
(1)
FDI = 0 + 1GDP+ 2GRWT+3WG+4SP+5X+ e
…………………………… (2)
Jika diuraikan dalam bentuk semi log akan berubah
menjadi seperti berikut:
LogFDI = 0 + 1logGDP+ 2GRWT+3logWG+4SP+5 logX+
e …………………. (3)
dimana :
FDI = foreign direct investment
GDP = Gross Domestik Produk
GRWT = Pertumbuhan ekonomi
WG = upah pekerja
SP = variabel stabilitas politik, yang diukur
berdasarkan angka kerusuhan yang
melibatkan lebih dari 1000 orang
EX = nilai ekspor total
4.2 Uji Akar Unit (Unit Roots)
dan Cointegration
Suatu proses stochastic dikatakan memiliki
sifat stasioner apabila nilai rata-rata dan variannya memiliki nilai konstan
dan nilai kovarian antara dua periode hanya tergantung pada lag antara dua
periode tersebut dan bukan pada covariance yang dihitung pada periode tersebut (Gujarati,
1995; 713). Penelitian ini menggunakan dua model uji akar unit, yaitu model Augmented
Dickey-Fuller (ADF). Model uji ADF meninjau
melalui proses autoregressive derajad satu (AR(1)).
Yt = + yt-1 + t ……………………………………………………………………… (4)
dan merupakan parameter dan merupakan
kesalahan pengganggu yang diasumsikan white-noise. Y merupakan variabel
yang stasioner apabila -1<<1. Apabila
= 1 varibel y merupakan variabel yang nonstasioner.
Pengujian akar unit akan
mendasarkan diri pada hipotesis nol bahwa = 1.
Untuk menguji sifat kointegrasi sebuah persamaan
regresi dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Engle-Granger Cointegration
Regression Durbin-Watson (CRDW)
dan uji Johansen. Metode CRDW lebih bersifat umum
(Engle dan Granger, 1987,
Mukherjee dan Naka, 1995), menggunakan metode OLS
dan hanya melihat sifat
kointegrasi melalui persamaan tunggal.
4.3 Uji Kausalitas Engle-Granger
Untuk memenuhi kebutuhan analisis kausalitas maka
perlu dilakukan analisis
kausalitas Engle-Granger dengan model sebagai
berikut :
n n
Yt = i Xt-i + j Yt-j + ta
……………………………………………………… (5)
i =1 j=1
n n
Xt = i Xt-i + j Yt-j + tb
………………………………………………………… (6)
i =1 j=1
Pengujian signifikansi koefisien secara bersama-sama
dengan menggunakan uji F
sebagai berikut:
F= [1/m(RSSr - RSSur)] / [ RSSur / (n-k)]
………………………………………. (7)
RSSr = restricted residual sum of squares; M=
lag variabel X; RSSur= unrestricted
residual sum of squares; n -k= derajat kebebasan
4.4 Analisis Regresi OLS Klasik
Model Ordinary Least Square (OLS) dibentuk
atas dasar tingkat kesalahan kuadrat
terkecil yang memerlukan seperangkat asumsi
(Gujarati, 1995 : 59-68). Sehingga
persamaannyaadalah sebagai berikut :
LFDI = 0 + 1LGDP+ 2GRWT+3LWG+4SP+5LX+ e
………………………. (8)
Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1, Mei
2002: 17 - 35
Jurusan Ekonomi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/
28
4.5 Spesifikasi Model Linier
Dinamis: Error Correction Models (ECM)
Model linier dinamis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah model linier
dinamis yang diturunkan dari pendekatan fungsi biaya
kuadrat (Quadratic Cost
Function) yaitu Error Correction Model
(Domowitz dan Elbadawi,1987) :
C = b1 (Yt - Yt* )² + b2{Yt - Yt-1 - f (Zt - Z t-1 )
}2 ……………………………………. (9)
Z adalah faktor yang mempengaruhi Y, dan f adalah
faktor pembobot. Menurut Engle
dan Granger, bila Et (kesalahan pengganggu)
berintegrasi, maka (BXlt + BX2t - BYt) =
ECT (error correctian term), sehingga :
DYt = so + slDX1t + s2DX2t +s3BX1t +s4BX2t +s5ECT
……………………………… (10)
5. HASIL ANALISA DATA
5.1 Hasil Uji Akar Unit
Hasil uji akar unit terhadap variabel yang digunakan
dalam analisis terdapat dalam
tabel 3 berikut. Hasil uji menunjukkan bahwa
masing-masing variabel stasioner pada
derajat/orde ke 2, dengan tingkat signifikasi yang
berbeda beda.
Tabel 3.
Hasil Uji Akar Unit
Variabel ( C,2 ) ( T,2 ) ( N, 2)
D2LFDI -3.1989 c -3.2271 -3.2367 b
D2LGDP -2.2023 -2.4960 a -2.2326
D2GRWT -2.9045 c -3.0071 -2.9295
D2LWG -2.9763 -2.9659 b -3.0723
D2SP -4.6891 a -4.5371 -4.8413
D2LX -5.6104 a -5.4287 -5.7904
Catatan: a, signifikan 1%; b, signifikan 5% dan c,
signifikan 10%
(Sumber: data diolah penulis)
5.2 Hasil Uji Kausalits Granger :
FDI dan Eksport
Dari hasil uji kausalitas antara FDI dan ekspor
dapat disimpulkan bahwa antara
FDI dan ekspor terdapat hubungan satu arah pada lag
ke 1, 2 dan 3.
Tabel 4.
Hasil Uji Kausalitas Granger :
FDI vs Ekspor
Variabel Lag F Stat Probalilitas
FDI ----- Ekspor 1 7.4625 0.4556
Ekspor ------ FDI 1 0.5788 0.0129
FDI ----- Ekspor 2 4.0907 0.0354
Investasi Asing Langsung di
Indonesia dan Faktor Yang Mempengaruhinya (Sarwedi)
Jurusan Ekonomi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/
29
Ekspor ------ FDI 2 3.1129 0.075
FDI ----- Ekspor 3 2.7171 0.0844
Ekspor ------ FDI 3 1.1196 0.3745
(Sumber: data diolah penulis)
5.3 Hasil Estimasi OLS Klasik
Berdasarkan hasil estimasi model persamaan, maka
dapat diperoleh parameter
sebagai berikut:
Estimasi Model OLS Klasik
LFDI = 4,5977 + 0,5539 LGDP+ 0,0381 GRWT – 0,06 4LWG
-
(1,7039) (1,137) (1,300)
(-0,114)*
(2,698) (0,293) (0,3384) (0,561)**
0,0005 SP + 0,091 LX
(-3,009) (1,0795)
(0,0001) (0,084)
R2 = 0,668
Fstat = 7,272
Dwstat = 1.077
Uji Diagnosis
Otokorelasi LM(4) = 1,944
Homoskedastistas ARCH(4) = 0,29
Normalitas JB(4) = 1,2064
Linieritas Reset(1) = 0,0221
Catatan:
*) = t statistik
**) = std error
Berdasarkan pada uji signifikansi parsial pada
derajat 5%, variabel upah pekerja dan stabilitas politik yang tidak signifikan
secara statistik. Disamping itu berdasarkan pada uji tanda koefisien
menunjukkan kesesuaian dengan yang diharapkan oleh teori.
Demikian pula untuk pengujian asumsi klasik terlihat
bahwa model ini tidak lolos uji otokorelasi serta uji homoskedastisitas.
Kondisi ini mengindikasikan estimator yang didapat tidak memenuhi kriteria BLUE
(best linier unbiased estimator). Sehingga uji t dan uji F kurang layak
digunakan. Melihat adanya berbagai kelemahan dalam uji linier klasik tersebut,
maka akan digunakan uji model dinamis, yang salah satunya adalah bentuk model
koreksi kesalahan (ECM).
5.4 Hasil Estimasi Error
Correction Model (ECM)
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan
program TSp7 dapat diuraikan sebagai berikut :
DLFDI = 0 + 1DLGDP+ 2DGRWT+3DLWG+4DSP+5DLX+
6LGDP(-1) + 7GRWT(-1)+8LWG(-1)+9SP(-1) +
5LX(-1) + ECT
Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1, Mei
2002: 17 - 35
Jurusan Ekonomi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/
30
Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa
nilai t statistik yang signifikan dari error correction term mengindikasikan
sahihnya (valid) spesifikasi model dan menunjukkan adanya kointegrasi
antar variabel untuk derajat keyakinan 5%.
Sedangkan besarnya koefisien sebesar 2,31. Nilai
koefisien determinasi atau R2 yang diperoleh memang menunjukkan bilangan yang relatif
besar yaitu sebesar 0,74. Dapat dijelaskan bahwa variabel GDP, pertumbuhan
ekonomi (GRWT), Upah Pekerja (WG) dan ekspor (X) menunjukkan nilai positif yang
ditunjukkan dengan koefisien variabel, sedangkan variabel stabilitas politik
(SP) menunjukkan angka negatif. Hubungan yang negatif antara variabel FDI dan
SP sejalan dengan apa yang ditemukan oleh Schneider and Frey (1986) bahwa
stabilitas politik berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan FDI di 56 negara
berkembang.
Estimasi Model Koreksi Kesalahan
DLFDI = 3,1038 + 1,4011 DLGDP + 0,0339 DGRWT –
0,0006 DSP +
(0,8332) (3,04) (0,951) (-2,776)*
(3,72) (1,40) (0,033) (-0,001)**
0,8741 DLWG + 0,0640 DLX – 0,2920 LGDP(-1) – 0,82
GRWT(-1) –
( 0,836) (0,757) (-0,53) (-2,45)
( 0,874) (0,064) (-0,29) (-0,82)
0,766 LX(-1) – 0,866 SP(-1) – 0,9964 LWG(-1) +
0,8655 ECT
(- 2,30) (-2,311) (-1,42) (2,31)
(-0,776) (-0,866) (-0,996)
(0,865)
R2 = 0,7458
Adj R2 = 0,4916
DW Stat = 1,85
F-Stat = 2,93
Uji Diagnosis
Otokorelasi LM(4) = 3,14
Homoskedastistas ARCH(4) = 2,16
Normalitas JB(4) = 0,123
Linieritas Reset(1) = 3.45
Catatan: *) = t statistik ; **) = std error
Perlu digarisbawahi bahwa estimasi ECM yang pada
prinsipnya menaksir hubungan antara variabel-variabel bebas dalam bentuk
perbedaan pertama atau variabel deferensi pertama. Keadaan ini berakibat pada
lebih kecilnya variasi atau kecilnya sebaran data terhadap rata-ratanya,
sehingga akan memperkecil koefisien determinasi yang dihasilkan. Disamping itu,
nilai koefisien determinasi ini hanyalah merupakan pra kondisi yang tidak cukup
layak untuk mengukur ketepatan spesifikasi model. Lagipula model koreksi
kesalahan ukuran ketepatan model yang paling cocok ditunjukkan oleh signifkansi
dari error correction term-nya. (Insukindro, 1990).
Lebih lanjut uji diagnosis yang dilakukan yang
terdiri dari uji otokorelasi dengan LM test, dan uji homoskedastisitas dengan
ARCH test serta uji normalitas dengan Jarque-Bera (JB) menunjukkan hasil
berpengaruh secara statistik pada tingkat
Investasi Asing Langsung di
Indonesia dan Faktor Yang Mempengaruhinya (Sarwedi)
Jurusan Ekonomi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/
31
keyakinan 5%. Kesimpulan yang dapat ditarik dari uji
diagnosis ini adalah model yang diadopsi telah memenuhi anggapan dasar regresi
linier klasik yang menghasilkan estimator yang BLUE (best linier
unbiased estimator).
6. PEMBAHASAN
Berdasarkan pada hasil uraian perkembangan PMA di
Indonesia, yang didukung oleh analisis data variabel diketahui bahwa pada dasarnya
yang mempengaruhi pertumbuhan investasi di Indonesia adalah variabel makro
ekonomi (GDP, growth, ekspor, dsb), sedangkan variabel non ekonomi kurang
mendukung terjadinya fluktuasi PMA di Indonesia. Berbagai studi yang dilakukan
oleh ahli, baik dalam maupun luar negeri menunjukkan bawa manfaat yang
ditimbulkan oleh aktifitas MNCs melalui FDI relatif besar dibandingkan bentuk
investasi asing yang lain. Hausnan and Fernandez (2000) menganggap bahwa FDI
sebagai good cholesterol, sedangkan bentuk aliran modal asing yang lain
disebut sebagai bad cholesterol. Hal ini didasarkan pada manfaat yang
disumbangkan oleh FDI, khususnya dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, untuk mendorong
realisasi FDI di Indonesia, maka harus dilakukan perbaikan secara integral pada
political risk, business conditions dan perbaikan variabel makroekonomi.
Persaingan yang semakin ketat di antara
negara-negara di dunia untuk menarik FDI mendorong setiap negara untuk lebih
meningkatkan iklim investasi melalui policy framework yang lebih
komprehensif dan sesuai dengan tuntutan investor. Hal ini harus didukung oleh economic
determinant dan non economic determinant yang lebih kondusif.
Integrasi perekonomian dunia akan mendorong setiap negara untuk menciptakan
aktifitas ekonomi yang didasarkan pada pasar (market oriented), Investor
tidak lagi menjadikan comparative advantage suatu negara sebagai pijakan
dalam melakukan investasi di negara lain sebagaimana yang terjadi pada dekade
1980-an.
Mereka lebih berfokus pada competitive advantage dalam
pasar global. Harus dipahami bahwa sesungguhnya investor asing (fund manager)
sudah memahami kondisi dan karakteristik suatu negara, sehingga kebijakan
apapun yang digulirkan oleh satu negara akan terpantau oleh investor. Saat ini
yang terjadi adalah\ penolakan oleh investor yang semakin tinggi yang
disebabkan oleh banyak factor, baik ekonomi maupun non ekonomi.
Penurunan PMA di Indonesia saat ini perlu dicermati
sebagai peringatan (warning) bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan
kebijakan sektor ini guna mendorong peningkatan perekonomian yang lebih baik.
Bagaimanapun juga kebijakan investasi akan terkait langsung dengan kebijakan
industri, perdagangan, dan juga kebijakan non ekonomi lainnya. Hubungan antara
variabel ekonomi dan non-ekonomi ini akan lebih baik jika terjadi good
commitment seluruh komponen bangsa untuk bersamasama mengejar
ketertinggalan dari negara lain.
Hasil analisis dengan menggunakan model koreksi
kesalahan (error correction model= ECM) menunjukkan bahwa variabel
makroekonomi (GDP, Growth, ekspor, dan upah pekerja) memiliki hubungan
positif terhadap FDI di Indonesia. Sedangkan varibel stabilitas politik
(SP) memiliki hubungan negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa sesungguhnya
penguatan economic determinant yang didukung oleh kebijakan (policy)
yang kondusif akan berpengaruh terhadap kinerja FDI di Indonesia.
Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1, Mei
2002: 17 - 35
7. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada
bagian sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan: (1) dalam jangka pendek
ditemukan bahwa variabel GDP, pertumbuhan ekonomi (GRWT), upah pekerja (WG) dan
ekspor (X) menunjukkan pengaruh positif dan signifikan untuk menjelaskan faktor
yang mempengaruhi PMA di Indonesia. Sedangkan dalam jangka panjang, seluruh
variabel bebas menujukkan hubungan yang negatif. Hal ini disebabkan karena
fluktuasi nilai masing-masing
variabel yang mendorong terjadinya perubahan dalam
keseimbangan jangka panjang. (2) variabel stabilitas politik (SP) yang diukur
dengan menggunakan indikator angka kerusuhan atau pemogokan yang terjadi di
Indonesia selama periode penelitian menunjukkan hasil negatif dan signifikan
baik dalam jangka pendek maupun jangka\ panjang. Hal ini sesuai dengan asumsi
yag dikemukakan oleh Scheider and Frey (1986) bahwa stabilitas politik
mempunyai hubungan yang negatif dengan PMA di suatu negara. (3) penelitian ini
menemukan hubungan dua arah antara variabel ekspor dan FDI pada lag kedua.
Sedangkan pada lag kesatu,
lag ketiga hanya terdapat hubungan satu arah yaitu antara FDI dan ekspor
saja. (4) berbeda dengan penelitian sebelumnya, sampai saat ini masih
belum ada unsur stabilitas politik (SP) yang dimasukkan dalam variabel
penelitian tentang faktor yang mempengaruhi PMA di Indonesia.
Hasil penelitian ini menjadi tambahan referensi bagi
penelitian selanjutnya dimana sesungguhnya ketidakstabilan politik sangat
mempengaruhi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
8. IMPLIKASI KEBIJAKAN
Mengacu pada hasil penelitian ini, beberapa strategi
kebijakan yang harus dilakukan perlu kiranya dipertimbangkan, (1) pertumbuhan
FDI yang semakin pesat baik secara global maupun di Kawasan Asia menunjukkan
bahwa potensi sumber pembiayaan asing ini relatif besar dan masih terbuka. Hal
ini sejalan dengan kemampuan dan keunggulan yang dimiliki yang terbukti
memberikan kontribusi bagi percepatan pembangunan di suatu negara. (2)
integrasi perekonomian dalam bentuk liberalisasi perdagangan, investasi dan
keuangan mendorong peningkatan aktivitas MNCs. Hal ini perlu dicermati dalam
mengambil keputusan baik menyangkut strategi maupun perubahan kebijakan yang
lebih mengarah pada keterbukaan ekonomi di suatu negara. (3) berkaitan dengan
upaya untuk memelihara kesinambungan pembangunan, menjadikan FDI sebagai
sesuatu yang urgent untuk diupayakan peningkatannya. Multiplier
effect yang ditimbulkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang akan
dapat menggerakkan perekonomin yang cenderun
melemah. Selanjutnya,perkembangan FDI yang semakin meningkat
menuntut adanya perbaikan dalam segala aspek baik ekonomi maupun non-ekonomi.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah menyangkut perbaikan political
risk, business conditions dan perbaikan variabel ekonomi makro. (4) kajian
yang lebih komprehensif perlu dilakukan, guna mengetahui permasalahan yang
sesungguhnya dihadapi, sehingga penentuan strategi kebijakan investasi tidak
akan tertinggal dari negara lain. Selain itu, guna menciptakan iklim investasi
yang lebih kondusif, perlu dilakukan rating terhadap daerah, sehingga akan mendorong
daerah untuk lebih memperhatikan dan pro aktif terhadap permasalahan investasi
asing ini.
DAFTAR PUSTAKA
Azmat, Gani (1999), Foreign Direct Investment in
Fiji, Pacific Economic Buletin, Vol 14
No 1.
Assaf Razin and Efraim Sodka (1999), Labor,
Capital and Finance : International Flow,
Cambridge University Press.
Bank Indonesia (1998), Statistik Ekonomi dan
Keuangan Indonesia.
Brenton, P., and Di Mauro, F. (1999), “The Potential
Magnitude and Impact of FDI
Flow to CEECs”, Journal of Economic Integration, Vol.
14 No. 1, pp 59-74
BKPM (2001), Pertumbuhan Investasi Asing,
Jakarta.
Domowitzt, I, Elbadawi (1987), “An Error Correction
Approach to Money Demand: The
Case of Sudan”, Journal of Development Economics,
Vol 26.
Dunning, John. H. (1981), International
Productions and Multinationl Enterprise,
Geore Allen, London, Gerge and Unwin.
Dunning, John. H. (1998), “The Eclectic Paradigm of
International Productions : A
Restatement and Some Possible Extention”, Journal
International Business
StudiesSpring Editions.
Di Mauro, Francesca, Bruno (2000), “The Impact of
Economic Integration on FDI and
Eksport : Gravity Approach”, CEPS Working
Document, No 156, 1-19.
Engle, Robert F., dan C.W.J Granger (1987), “Cointegration
and Error Correction;
Representation, Estimation, dan Testing”, Econometrica,
Vol. 55. No. 2. Hal. 251-
276.
Feldstein, Martin (2000), “Aspect of Global
Integration: Outlook of The Future”, NBER
Working Paper, Cambridge, No 7899.
Gujarati, D. (1995), Basic Econometric,
McGraw Hill Inc, NY, p. 52-72.,1995.
Graham, E.M. (1996), “On Realizationship Among FDI
and International Trade in The
Manufacturing Sectot : Empirical Result for The
United State and Japan, WTO”,
Staff Working Paper RD.
Insukindro (1990), The Short and the Long Term of
Determinants of Money and Bank
Credit Market in Indonesia. Ph.D Thesis, Essex University
tidak dipublikasikan:
85-107.
Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1, Mei
2002: 17 - 35
Jurusan Ekonomi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/
34
Krugman, Obsfield (1991), Ekonomi Internasional:
Teori dan Kebijaksanaan
(terjemahan), Rajawali Press, Jakarta.
Krugman, Paul (1998), “Firesale FDI”,
Working Paper, Massachusets Institute Of
Technology.
Kustituanto, Bambang dan Istikomah (1998), “Peranan
Penanaman Modal Asing (PMA)
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, Jurnal
Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol 14 No 2.
Mukherjee, T.K. and A. Naka (1995), “Dynamic
Relations Between Macroeconomic
Variables and The Japanese Stock Market: An
Application of A Vector Error
Correction Model”, The Journal of Financial
Research, Vol. XVIII, No. 2, hal.
223-237.
Li, Jun, I. (1999), “Income Taxation and Foreign
Direct Investment in China”, The
International Tax Journal, Vol 25 No 2.
Mallampally and Sauvant (1999), “Foreign Direct
Investment In Developing Country”,
Journal Finance and Development, Vol. 36 No 1.
Poot, H., A. Kuyvenhoven, J. Jansen (1991), Industrialisation
and Trade in Indonesia,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hal.
10-126.
Panayotou, Theodore (1998), Investments of Change
: Motivating and Financing
Sustainable Development, Earthscan Publications, London.
Rana, P.B, and J.M, Dowling (1988), “Foreign Capital
and Asia Economic Growth”, Asia
Development Review, Vol 8 No 01.
Ricardo Hausnan and Eduardo Fernandez-Arias (2000),
“Foreign Direct Investment:
Good Cholesterol?”, Inter American Development
Bank, Working Paper No 417.
Schneider and Frey (1986), “Economic and Political
Determinants of Foreign Direct
Investment in Developing Country”, World
Development, Vol 13, p. 161-175.
Terpstra, Vern and Tu, Chwo-Ming (1988),
“Determinant of Foreign Investment of US
Advertising Agencies”, Inter American
Development Bank, Working Paper No.
321.
UNCTAD, (1999), World Investment Report.
UNCTAD, (2000), World Investment Report.
UNCTAD, (2001), World Investment Report.
Yang, J.Y.J, Groeneword and Tcha, M. (2000), “The
Determinant of Foreign Direct
Investment in Australia”, The
Economic Record, Vol 76, 45 –54.
Sumber :
http://zempat.blogspot.com/2013/01/makalah-perkembangan-investasi-di-indonesia-by-fhawzhand.html
1 komentar:
makasih buat referensinya kakak :)
ijin copas yah....
Posting Komentar