Posted by Fauzan
KATA
PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu
wa Ta’ala, yang telah memberikan Nikmat Iman dan Islam, serta Nikmat-Nikmat-Nya.
Kami memuji-Nya, memohon pertolongan, ampunan dan ridha-Nya baik yang nampak
maupun yang tersembunyi di masa lalu dan saat ini. Sholawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi-Nya dan Rosul-Nya, Muhammad beserta para Sahabatnya
yang menolong agama-Nya dengan usaha yang sungguh-sungguh serta orang-orang
yang mengikuti mereka yang mewarisi ilmu mereka dan ulama itu pewaris para
Nabi-. Muliakanlah para ulama tersebut sebagai pewaris dan yang diwarisi.
Sehingga penulis bisa menyelesaikan
sebuah makalah tentang sahabat rasulullah saw, khulafaur rasyidin yaitu
khalifah Abu Bakar Ass-Siddiq dan Khalifah Umar bin Khattab.
Selesainya makalah ini, tentunya tidak
lepas dari bimbingan dosen Bpk. Drs. M. Syafe’i, serta keluarga yang selalu
mendukung, serta kemajuan internet yang sangat membantu untuk mencari
bahan-bahan kuliah. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
mereka.
Makalah ini dibuat secara ringkas,
namun mudah-mudahan tidak mengurangi sejarah aslinya. Pada kesempatan yang baik
ini penulis mengangkat tentang sejarah kekhalifaan Abu bakar Ash Siddiq.
Semoga makalah ini memberikan ilmu yang
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan memberikan banyak manfaat kepada pembaca
pada umumnya. Sesuai dengan sabda rasulullah saw. “Sebaik-baik diantara manusia
sekalian, ialah orang yang memberi manfaat kepada orang lain”. Wallahua’lam…….
Salunase, 20 Desember
2012
Mahasiswa Fakultas Agama Islam,
Abd. Gafur
NPM. 20110612008
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah
tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi
kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada
gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi
menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan
petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah
yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka pemerintah
Islam dipegang secara bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin
affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
Khulafaurrasidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai
sebuah ajaran dan Islam sebagai institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang
pada masa tersebut. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT,
sehingga para pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam
untuk menentukan sebuah hukum baru, namun mereka termasuk pelaksana hukum.
Pada makalah ini ditekankan pada pembahasan kilafah pada
masa Abu Bakar yang dimulai sejak pengangkatanya sampai
kontribusi-kontribusi yang telah diberikanya untuk islam dan masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
Secara
garis besar pembuatan makalah kami ini akan membahas tentang:
- Mengurai/menguak kembali tentang sejarah peradaban pada masa Abu Bakar
- Proses-proses kebijakan pada kepemimpinan Abu Bakar
- Kontribusi-kontribusi Abu Bakar yang disumbangkan pada islam dan masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi Khalifah Abu Bakar
Nama
lengkap beliau adalah Abdullah bin
Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin
Lu`ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu`anhu.
Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu
Bakar adalah shahabat Rasulullah – shalallahu`alaihi was salam – yang telah
menemani Rasulullah sejak awal diutusnya beliau sebagai Rasul, beliau termasuk
orang yang awal masuk Islam. Abu Bakar memiliki julukan “Ash-Shiddiq” dan
“Atiq”.
Ada
yang berkata bahwa Abu Bakar dijuluki “ash-Shiddiq” karena ketika terjadi
peristiwa isra` mi`raj, orang-orang mendustakan kejadian tersebut, sedangkan
Abu Bakar langsung membenarkan.
Allah
telah mempersaksikan persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar dalam Al-Qur`an,
yaitu dalam firman-Nya : “…sedang dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya: `Janganlah
kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS at-Taubah : 40)
`Aisyah,
Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan :
“Abu Bakar-lah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.”
Allah
juga berfirman : “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya,
mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (az-Zumar : 33)
Al-Imam
adz-Dzahabi setelah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau
meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar : ”Tidak ada perselisihan lagi
bahwa orang yang datang dengan membawa kebenaran adalah Rasulullah, sedangkan
yang membenarkannya adalah Abu Bakar. Masih adakah keistimeaan yang melebihi
keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”
Dari
Amru bin al-Ash radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah mengutusnya atas pasukan
Dzatus Salasil : “Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia
yang paling engkau cintai?” beliau bersabda : ”Aisyah” aku berkata :
“kalau dari lelaki?” beliau menjawab : “ayahnya (Abu Bakar)” aku
berkata : “lalu siapa?” beliau menjawab: “Umar” lalu menyebutkan
beberapa orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya
Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan
Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai
kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Dari
Abu Sa`id radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah duduk di mimbar, lalu
bersabda : ”Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah,
antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya. Maka hamba itu
memilih apa yang di sisi-Nya”, lalu Abu bakar menangis dan menangis, lalu
berkata : ”Ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu”. Abu Sa`id berkata : “Yang
dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah, dan Abu Bakar adalah orang yang
paling tahu diantara kami”. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang
yang paling banyak memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan
persahabatannya adalah Abu Bakar. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih
(dalam riwayat lain ada tambahan : “selain rabb-ku”), niscaya aku
akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan
dalam Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup,
melainkan hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Rasulullah
bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun
kalian malah berkata `kamu adalah pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan
(ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan
meninggalkan aku (dengan meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan
kalimat itu 2 kali. Sejak itu Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun
dari kaum muslimin). (HR. Bukhari).
B.
Masa Khalifah Abu Bakar (11 – 13 H = 632 – 634 M)
1.
Awal
Pemerintahan Abu Bakar
Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya,
dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya,
banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan
posisinya. Segera setelah kematiannya (632 M), dilakukan musyawarah dikalangan
para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan
penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat islam atau khalifah islam.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber
perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai Khalifah adalah subyek yang sangat
kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam islam dimana umat
islam terpecah menjadi kaum sunni dan syi’ah. Disatu sisi kaum syi’ah percaya
bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini
adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum sunni berpendapat bahwa
Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa
Rasulullah mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin, sementara muslim
syi’ah berpendapat berpendapat kalau Rasulullah dalam hal-hal terkecil seperti
sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dll, tidak pernah meninggalkan umatnya
tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terakhir, dan juga
banyak hadits di Sunni maupun Syi’ah tentang siapa khalifah sepeninggal
Rasulullah saw, serta jumlah pemimpin islam yang dua belas.
Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat
masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya
(berbai’at) kepada Abu Bakar dan dua Khalifah setelahnya (Umar dan Utsman).
Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan
Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Dan Sementara kaum syi’ah
menggambarkan bahwa Ali melakukan bai’at tersebut secara pro forma, mengingat
beliau berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istri beliau yang berbulan-bulan
lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari
kehidupan publik.
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam
dalam keadaan krisis dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi
palsu dan terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri
Islam yang masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama
(musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber
utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan
Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir.
2.
Perang
Riddah
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang
mengancam persatuan dab stabilitas komunitas dan negara islam saat itu muncul.
Beberapa suku arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada
Khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat
walaupun tidak menolak agama islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali
memeluk berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen
denan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi.
Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula
menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi
Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah
bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta
Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Gerakan riddat
itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna
menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa.
Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha
seorang kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita Kristen dari Bani Yarbu
yang menikah dengan Musailamah. Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan
pengikutnya dan membelakangi agama Islam.
Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan
kejadian itu terus berlanjut. Beliau memandang gerakan murtad itu sebagai
bahaya besar, kemudian beliau menghimpun para prajurit Madinah dan membagi
mereka atas sebelas batalion dengan komando masing-masing panglima dan
ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar
mengajak mereka kembali pada Islam, jika menolak maka harus perangi.
Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara
yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena
itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang
diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan
cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu
Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi mereka gagal menundukan
Musailamah, kemudia Abu Bakar mengutus Kholid untuk melawan nabi palsu dari
Yaman itu. Dalam pertempuran itu Kholid dapat mengahacurkan pasukan Musailamah
dan membunuhnya dalam taman yang berdinding tinggi, sehingga taman disebut “Taman
Maut”
3.
Pengumpulan
Ayat-Ayat Al-Qur’an.
Abu Bakar As Siddiq juga berperan dalam pelestarian
teks-teks tertulis . Atas saran dan usul dari Umar bin Khattab yang
didukung oleh sahabat-sahabat lain, Abu Bakar mengumpulkan ayat suci Al-Qur’an
menjadi satu naskah (30 juz) dan dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit. Usul Umar itu
atas dasar pertimbangan para penghafal wahyu banyak yang gugur syahid di medan
pertempuran dalam memerangi kaum penyeleweng, tidak kurang dari tujuh ratus
orang penghafal Al-Qur’an gugur, wahyu yang ditulis pada daun-daun, kayu-kayu,
tulang,tulang mudah rusak. Apabila penghafal wahyu dan tulisan itu rusak,
dikhawatirkan kemurnian Al-Qur’an akan hilang.
Abu Bakar As Siddiq lantas meminta Umar bin
Khattab untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur’an. Setelah lengkap koleksi
ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang
terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh
sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh
Hafsah, anak dari Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW.
Kemudian pada masa pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi
dasar penulisan teks al Qur’an hingga yang dikenal hingga saat ini.
4.
Sistem
Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi)
sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti
bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil
dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga terpilihnya Abu Bakar menjadi
Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai
pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam
pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif
dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan
suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.
Sedang
kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya
yaitu:
- Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
- Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
- Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
- Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.
Dalam
menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya
yaitu memerangi mereka sampai tuntas.
- Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu akar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9). Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.
Adapun
kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:
1. Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari
hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau
mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak
ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik
dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah
pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu
keputusan dan suatu peraturan.
2. Amanat Baitul Mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat
Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan
pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan
dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan
penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3. Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan
sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku
telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang
terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik,
maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah !
orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak
daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku
dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan
Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.
4. Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas
undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu
kekuasaan yang lebih tinggi dari undangundang. Dan mereka itu dihadapan
undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non
Muslim.
5. Wasiat Abu Bakar Terhadap Khalifah
Umar
Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa
Abu Bakar ra khawatir kaum muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan
tidak memperoleh kata sepakat. Maka Abu Bakar meminta pendapat para tokoh
sahabat mengenai penggantinya kelak. Setelah mengetahui kesepakatan mereka
tentang keutamaan dan kelayakan Umar R.a, beliau pun keluar menemui orang
banyak seraya memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk
memilih penggantinya kelak. Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar mereka
menunjuk Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua menjawab,
“Kami dengar dan kami taat.” Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah
berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar
pendapat dan rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini
merupakan hasil syura dari Ahlul Halil wal ‘Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar
dihadapan khlayak adalah sebagai pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus
dipatuhi oleh kaum muslimin.
6.
Wafatnya
Khalifah Abu Bakar
Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia
pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8
Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau
berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau.
Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati
jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun
langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi
Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khalifah
Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum
riddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan
keamanan diseluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia
yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi
kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah-naskah
setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis
(sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya,
dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.
Tidak
lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama
Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu
Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu
yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah
penerusnya.
Umar
bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah
yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar.
B. Saran
Perlu
dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan tantangan.
Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan tanpa putus asa, penuh
kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya serta lebih
mempererat ukhuwah Islamiyyah, agar tercipta suatu tatanan masyarakat
yang aman, damai, sentosa dan sejahtera dengan persatuan dan kesatuan yang
kokoh.
Demikianlah
makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekeliruan, untuk itu membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua, aamiin,,,
DAFTAR
RUJUKAN
http://www.wikipedia.com/2011/03/islam-pada-masa-abu-bakar- ash-
siddiq.html
Situs :
0 komentar:
Posting Komentar